BNPB: Sinabung Bukan Bencana Nasional

Sulung Prasetyo | Rabu, 05 Februari 2014 – 16:02 WIB

Indikator berasal dari parameter yang ditetapkan UU No 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana.

JAKARTA – Pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Rabu (5/2), kembali menekankan bencana letusan Gunung Sinabung bukan masuk kategori bencana nasional. Namun, untuk penanganan akan dikerahkan seluruh potensi dan aset nasional.

“Bencana nasional indikatornya korban lebih dari 500 orang, kerugian lebih dari Rp 1 triliun, cakupannya beberapa kabupaten/kota lebih dari satu provinsi, pemprov dan pemkab tidak mampu mengatasinya,” kata Sutopo P Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB kepada SH, Rabu pagi.

Indikator tersebut menurutnya berasal dari parameter yang ditetapkan Undang-Undang (UU) No 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Pada Pasal 7 Ayat 2 disebutkan penetapan status dan tingkat bencana nasional dan daerah memuat indikator jumlah korban, kerugian harta benda, kerusakan sarana dan prasarana, cakupan luas wilayah yang terkena bencana, dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.

Penetapan status darurat bencana untuk skala nasional, menurutnya, juga hanya bisa dilakukan presiden, skala provinsi oleh gubernur, dan skala kabupaten/kota oleh bupati/wali kota. Ketentuan penetapan status dan tingkatan bencana diatur dengan peraturan presiden (PP).

“Di Indonesia, presiden menyatakan bencana nasional baru sekali, yaitu saat tsunami Aceh 2004. Korban bencana saat itu lebih dari 180.000 jiwa tewas dan hilang, kerugian lebih dari Rp 45 triliun, pemkab/pemkot dan Pemprov Aceh dan Sumut tidak mampu mengatasi,” Sutopo menjelaskan.

Untuk kondisi di Sinabung, ujarnya, Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Karo dan Pemda Sumut masih utuh dan berjalan normal. Bupati Karo dan Gubernur Sumut beserta SKPD-nya masih mampu menjalankan pemerintahan sehari-hari. Tidak ada kaos yang menyebabkan pemerintahan lumpuh.

“Jadi, polemik tentang bencana nasional atau daerah di Sinabung sebaiknya dihentikan,” ucap Sutopo.

Mengenai pengerahan potensi dan aset nasional untuk kasus bencana Sinabung, papar Sutopo, sebagai bentuk kepedulian tingkat nasional terhadap masalah daerah. Hal itu, menurutnya, untuk meringankan beban pemerintah daerah dalam penanggulangan bencana.

BPBD Karo Belum Ada

Menurut Sutopo, belum adanya Badan Nasional Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Karo juga menyebabkan penanganan belum optimal awalnya. “BPBD Sumut sangat terbatas anggarannya sehingga tidak mampu mendukung sepenuhnya,” Sutopo menambahkan.

Hingga kini diperkirakan Sutopo sudah lebih dari Rp 43 miliar dana yang dikucurkan BNPB dan kementerian/lembaga sejak September 2013 untuk penanganan Sinabung. Masih banyak dana yang akan dikucurkan pemerintah, bahkan hingga pascabencana.

“Yang perlu kita dorong adalah bagaimana bencana menjadi prioritas pembangunan daerah, alokasi anggaran untuk bencana dari APBD ditingkatkan, personel pemda yang ahli dan profesional ditempatkan di BPBD, dan lainnya. Bupati dan gubernur juga harus bertanggung jawab menangani bencana di daerah,” kata Sutopo.

Sebelumnya, Syamsul Ardiansyah dari Platform Nasional Penanggulangan Risiko Bencana (Planas PRB) menyatakan, status bencana sepertinya menjadi jalan pintas, tetapi bukan penyelesaian secara tuntas.

Menurut Syamsul, yang dibutuhkan saat ini sebenarnya lebih berupa asistensi pemerintah pusat ke pemerintah daerah (pemda), terutama pada aspek manajerial.

Jadi, pemda lebih bisa menanggulangi bencana yang menimpa daerah mereka. “Banyak pemda yang melihat bencana hanya pada tahap respons setelah bencana terjadi. Padahal, seharusnya sudah lebih pada tahap kesiapsiagaan,” Syamsul memaparkan.

Minimnya kapasitas terkait kesiapsiagaan tersebut membuat banyak kasus penanganan bencana saat ini seperti lamban dilakukan. Asistensi manajerial saat kesiapsiagaan bencana, menurutnya, yang diperlukan pemda.

Sumber: Sinar Harapan

Leave a comment